Header Ads

Israel Berencana Menamai Stasiun KA di Yerusalem dengan Sebutan Donald Trump


Israel Berencana Menamai Stasiun KA di Yerusalem dengan Sebutan Donald Trump

Israel berencana akan menamai sebuah stasiun kereta api cepat di Kota Tua Yerusalem dengan nama Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Langkah itu sebagai tanda terima kasih karena Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, 6 Desember 2017 lalu.

Saya akan menamai stasiun kereta api yang akan dibangun dekat Perempatan Yahudi, dekat Tembok Barat dan Bukit Bait Allah dengan nama Presiden Donald Trump atas pernyataan beraninya dan bersejarah untuk mengakui Yerusalem, ibu kota abadi rakyat Yahudi sebagai ibu kota Israel, dan rencana memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem, ucap Menteri Tramsportasi Israel Yisrael Katz.

Stasiun yang akan dibangun dekat tembok Kota tua akan digunakan untuk menurunkan penumpang di Gerbang Dung menuju Tembok Barat, yang dikenal sebagai Tembok Ratapan wilayah tersuci untuk umat Yahudi berdoa.

Pada Mei lalu, Donald Trump membuah sejarah baru sebagai Presiden Amerika Serikat pertama yang masih berkuasa yang mengunjungi Tembok Ratapan. Meski Trump melakukannya tanpa seorang pendamping pejabat Israel, terlihat sebagai pengakuan atas sensitivitas kunjungannya. Akan tetapi, bukan itu yang membuat Trump mendapat kehormatan.

Pemberian nama untuk stasiun kereta api itu adalah tanda penghargaan Israel atas pengakuan Donald Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel, seuatu hal yang dikecam oleh dunia internasional karena melanggar sejumlah resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Wilayah Yerusalem merupakan kota suci tiga agama yaitu Kristen, Islam dan Yahudi, wilayah internasional yang mana Yerusalem Timur didambakan Palestina sebagai ibu kotanya jika merdeka. Israel merebut Yerusalem Timur pasca Perang Enam Hari pada 1967 dan menjajah wilayah tersebut sejak saat itu. Pada 1980, lewat resolusi Dewan Keamanan PBB 478 yang berhasil lolos dengan sikap abstain Amerika Serikat, organisasi internasional mengecam Israel yang mengatakan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Resolusi itu juga melarang negara-negara PBB mendirikan kedutaan di Yerusalem.

Dalam sebuah pesan yang ditujukan kepada wakil walikota, Arieh King menuliskan Berkat Tindakannya, negara-negara lain berniat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan mereka di Yerusalem.

Setelah AS, Guatemala juga mengumumkan rencana memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana itu disampaikan oleh Presiden Jimmy Morales, Minggu (24/12). Israel menyatakan sebanyak 10 negara juga mengakui dan berniat untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Resolusi Majelis Umum PBB yang dibuat di Sidang Darurat Khusus, Kamis (21/12) mengecam sikap Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Resolusi itu berhasil lolos dengan dukungan 128 negara, sembilan menolak dan 35 abstain serta 21 negara tidak mengikuti pemungutan suara.

Dewan Kota Ashkelon juga berencana akan menamai jalan dengan nama Jalan Deklarasi Trump, mengikuti judul Deklarasi Balfour pada 1917, dimana otoritas Inggris memberikan wilayah Palestina bagi bangsa Yahudi.

Rencananya pembangunan stasiun kereta api akan selesai empat tahun dengan memakan biaya US$215 juta. Seluruh pembangunan ini sudah termasuk perluasan jalur dengan biaya US$715 juta, menghubungkan Tel Aviv ke Yerusalem.

Rencana penggalian di Kota Tua Yerusalem untuk pembangunan stasiun kereta api itu dikecam mantan Grand Mufti Yerusalem, Ikrema Sabri. Pemberian nama Donald Trump pada proyek itu tidak memberikan legitimasi apapun. Itu hanyalah implementasi lain dari pertanyaan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang tidak bisa diterima, ucap Sabri.
Diberdayakan oleh Blogger.