Polisi Geledah Apotek - Apotek Terkait Maraknya Kasus Obat PCC
Polisi Geledah Apotek - Apotek Terkait Maraknya Kasus Obat PCC
Heboh peredaran obat PCC (Paracetamol, Caffein, Carisoprodol) tak hanya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sejumlah aparat kepolisian bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jambi ikut sibuk merazia sejumlah apotek.
Dihubungi di Jambi, Jumat, 15 September 2017, Kepala BPOM Jambi, Ujang Supriatna membenarkan razia tersebut.
"Kita berkoordinasi dengan Polda Jambi. Razia untuk mencari apakah obat (PCC) ini beredar juga di Jambi atau tidak," ujar Ujang.
Menurut Ujang, dari hasil uji lab diketahui, obat PCC positif mengandung karisoprodol yang masuk golongan obat keras. Razia dilakukan tidak hanya untuk mencari keberadaan obat PCC, tapi juga untuk mencari apabila ada obat atau produk lain yang masuk golongan obat keras.
"Dari hasil razia sementara ini, tidak ditemukan obat PCC. Hanya ada obat yang dikemas ulang tanpa label dan sudah disita," ucap Ujang menjelaskan.
Ujang juga mengimbau agar masyarakat ikut berperan aktif untuk menghindari penyalahgunaan obat keras atau obat ilegal. Masyarakat diminta cepat melapor ke aparat berwajib apabila mendapati atau melihat obat yang mencurigakan.
BPOM, kata Ujang bersama aparat Polda, BNN dan instansi terkait lainnya sepakat untuk melakukan kerja sama dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan obat.
Untuk diketahui, heboh obat PCC bermula saat puluhan warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara yang umumnya adalah para remaja tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Dari hasil pengecekan, diketahui para korban mengalami gejala kejang-kejang hingga halusinasi yang diakibatkan obat PCC. Akibat kejadian ini, dua orang dilaporkan meninggal dunia dan sekitar 50 lainnya dirawat di rumah sakit.
Satuan Reserse Narkoba Polres Maros berhasil menggagalkan rencana pengiriman obat PCC yang sedang marak dikonsumsi remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), saat berada di Bandara Internasional Hasanuddin, Kab Maros, Sulsel, Jumat 15 September 2017.
"Obat yang berhasil kita gagalkan pengirimannya itu seperti jenis obat yang dikonsumsi oleh beberapa remaja di Kendari yang berujung maut," kata Kasat Reskrim Narkoba Polres Maros, AKP Norman Sihite.
Ia mengatakan, obat PCC yang tergolong dalam daftar G itu rencananya akan dikirim ke Pulau Jawa melalui jalur bandara. Namun, penyelundupan berhasil terdeteksi petugas saat memasuki ruang pemeriksaan cargo Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.
"Obat bermerek tramadol dan sejenisnya itu terdeteksi saat melewati pemeriksaan x-ray. Petugas curiga sehingga diperiksa dan menemukan 200 papan tramadol serta empat botol yang berisikan obat daftar G lainnya," ucap Norman.
Ia sempat kaget saat sejumlah obat PCC yang digagalkan itu berasal dari Makassar dan hendak dikirim ke pemesan yang ada di Pulau Jawa. Sementara dari pengungkapan sebelumnya, obat PCC biasanya dikirim dari Jawa ke Makassar selanjutnya kembali didistribusikan ke wilayah Indonesia Timur lainnya.
Karena itu, menurutnya, kemungkinan besar pabrik untuk memproduksi obat PCC tersebut ada di Kota Makassar.
"Kita akan telusuri dulu identitas pelaku yang tertera pada label pengirim dan penerima bisa segera ditemukan. Karena biasanya identitas yang ada di barang sifatnya fiktif alias hanya mengelabui saja," jelasnya.
Ia mengungkapkan, dalam kurun waktu setahun terakhir, Satuan Narkoba Polres Maros bekerja sama dengan pihak Bandara Internasional Sultan Hasanuddin telah berhasil menggagalkan lebih dari 20 kasus dengan barang bukti puluhan ribu butir dari berbagai jenis.
"Dalam setahun ini, ada sekitar 20 kasus kita ungkap dengan barang bukti yang mencapai puluhan ribu butir," ungkapnya.
Melalui pernyataan resminya, BPOM menyatakan, tablet bertuliskan PCC yang dikonsumsi warga di Kendari positif mengandung karisoprodol.
Karisoprodol sebelumnya telah dibatalkan izin edarnya oleh BPOM sejak 2013. Menurut BPOM, karisoprodol biasa disalahgunakan sebagai obat menambah rasa percaya diri dan penambah stamina. Bahkan, digunakan oleh sebagian pekerja seks komersial (PSK) sebagai obat kuat.
Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) DIY menilai, DIY masih aman dari peredaran obat PCC. Pasalnya, peredaran PCC diduga lebih banyak menyasar kota-kota kecil yang tidak menjadi pusat perhatian informasi publik.
"Belum ada laporan di DIY soal penggunaan PCC," ujar AKBP Mujiyana, Kepala Bidang Pemberantasan Narkotika DIY, Jumat 15 September 2017.
Ia menjelaskan, obat PCC tidak termasuk kategori psikotropika, melainkan jenis obat keras yang produksi dan izin edarnya sudah ditarik sejak 2013. Muji juga menilai, pengawasan obat dan makanan di DIY cukup ketat.
Meskipun demikian, BNNP DIY tidak berdiam diri dan terus berkoordinasi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY dalam hal pengawasan.
Kepal BBPOM DIY, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni menegaskan, setelah izin edar obat itu ditarik, pengawasan ketat dilakukan terutama di outlet-outlet pelayanan kesehatan resmi. "Jika masih beredar berarti ilegal," ucapnya.
Ayu juga mewaspadai penyalahgunaan obat-obat keras lainnya yang termasuk kategori obat-obat tertentu (OOT). Sebab obat itu mampu menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku seseorang.
Ada empat jenis OOT yang terdaftar, dan peredarannya harus diawasi ketat dan penggunaannya wajib menggunakan resep dokter. Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) DIY Baskara Aji tidak menutup kemungkinan peredaran obat PCC di tingkat pelajar, terutama sekolah yang selama ini dikenal memiliki geng pelajar.
"Masing-masing sekolah harus merangkul geng sekolah supaya melakukan kegiatan yang lebih positif, terlebih penggerak geng kebanyakan justru dari alumni sekolah," tuturnya.
Aji juga mengaktifkan kembali kelompok pengawas siswa yang diambil dari kalangan siswa. Kelompok pengawas beranggotakan satu sampai dua siswa per kelas aktif sejak dua tahun lalu seiring dengan adanya kasus kenakalan remaja.
Dihubungi di Jambi, Jumat, 15 September 2017, Kepala BPOM Jambi, Ujang Supriatna membenarkan razia tersebut.
"Kita berkoordinasi dengan Polda Jambi. Razia untuk mencari apakah obat (PCC) ini beredar juga di Jambi atau tidak," ujar Ujang.
Menurut Ujang, dari hasil uji lab diketahui, obat PCC positif mengandung karisoprodol yang masuk golongan obat keras. Razia dilakukan tidak hanya untuk mencari keberadaan obat PCC, tapi juga untuk mencari apabila ada obat atau produk lain yang masuk golongan obat keras.
"Dari hasil razia sementara ini, tidak ditemukan obat PCC. Hanya ada obat yang dikemas ulang tanpa label dan sudah disita," ucap Ujang menjelaskan.
Ujang juga mengimbau agar masyarakat ikut berperan aktif untuk menghindari penyalahgunaan obat keras atau obat ilegal. Masyarakat diminta cepat melapor ke aparat berwajib apabila mendapati atau melihat obat yang mencurigakan.
BPOM, kata Ujang bersama aparat Polda, BNN dan instansi terkait lainnya sepakat untuk melakukan kerja sama dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan obat.
Untuk diketahui, heboh obat PCC bermula saat puluhan warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara yang umumnya adalah para remaja tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Dari hasil pengecekan, diketahui para korban mengalami gejala kejang-kejang hingga halusinasi yang diakibatkan obat PCC. Akibat kejadian ini, dua orang dilaporkan meninggal dunia dan sekitar 50 lainnya dirawat di rumah sakit.
Satuan Reserse Narkoba Polres Maros berhasil menggagalkan rencana pengiriman obat PCC yang sedang marak dikonsumsi remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), saat berada di Bandara Internasional Hasanuddin, Kab Maros, Sulsel, Jumat 15 September 2017.
"Obat yang berhasil kita gagalkan pengirimannya itu seperti jenis obat yang dikonsumsi oleh beberapa remaja di Kendari yang berujung maut," kata Kasat Reskrim Narkoba Polres Maros, AKP Norman Sihite.
Ia mengatakan, obat PCC yang tergolong dalam daftar G itu rencananya akan dikirim ke Pulau Jawa melalui jalur bandara. Namun, penyelundupan berhasil terdeteksi petugas saat memasuki ruang pemeriksaan cargo Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.
"Obat bermerek tramadol dan sejenisnya itu terdeteksi saat melewati pemeriksaan x-ray. Petugas curiga sehingga diperiksa dan menemukan 200 papan tramadol serta empat botol yang berisikan obat daftar G lainnya," ucap Norman.
Ia sempat kaget saat sejumlah obat PCC yang digagalkan itu berasal dari Makassar dan hendak dikirim ke pemesan yang ada di Pulau Jawa. Sementara dari pengungkapan sebelumnya, obat PCC biasanya dikirim dari Jawa ke Makassar selanjutnya kembali didistribusikan ke wilayah Indonesia Timur lainnya.
Karena itu, menurutnya, kemungkinan besar pabrik untuk memproduksi obat PCC tersebut ada di Kota Makassar.
"Kita akan telusuri dulu identitas pelaku yang tertera pada label pengirim dan penerima bisa segera ditemukan. Karena biasanya identitas yang ada di barang sifatnya fiktif alias hanya mengelabui saja," jelasnya.
Ia mengungkapkan, dalam kurun waktu setahun terakhir, Satuan Narkoba Polres Maros bekerja sama dengan pihak Bandara Internasional Sultan Hasanuddin telah berhasil menggagalkan lebih dari 20 kasus dengan barang bukti puluhan ribu butir dari berbagai jenis.
"Dalam setahun ini, ada sekitar 20 kasus kita ungkap dengan barang bukti yang mencapai puluhan ribu butir," ungkapnya.
Melalui pernyataan resminya, BPOM menyatakan, tablet bertuliskan PCC yang dikonsumsi warga di Kendari positif mengandung karisoprodol.
Karisoprodol sebelumnya telah dibatalkan izin edarnya oleh BPOM sejak 2013. Menurut BPOM, karisoprodol biasa disalahgunakan sebagai obat menambah rasa percaya diri dan penambah stamina. Bahkan, digunakan oleh sebagian pekerja seks komersial (PSK) sebagai obat kuat.
Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) DIY menilai, DIY masih aman dari peredaran obat PCC. Pasalnya, peredaran PCC diduga lebih banyak menyasar kota-kota kecil yang tidak menjadi pusat perhatian informasi publik.
"Belum ada laporan di DIY soal penggunaan PCC," ujar AKBP Mujiyana, Kepala Bidang Pemberantasan Narkotika DIY, Jumat 15 September 2017.
Ia menjelaskan, obat PCC tidak termasuk kategori psikotropika, melainkan jenis obat keras yang produksi dan izin edarnya sudah ditarik sejak 2013. Muji juga menilai, pengawasan obat dan makanan di DIY cukup ketat.
Meskipun demikian, BNNP DIY tidak berdiam diri dan terus berkoordinasi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY dalam hal pengawasan.
Kepal BBPOM DIY, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni menegaskan, setelah izin edar obat itu ditarik, pengawasan ketat dilakukan terutama di outlet-outlet pelayanan kesehatan resmi. "Jika masih beredar berarti ilegal," ucapnya.
Ayu juga mewaspadai penyalahgunaan obat-obat keras lainnya yang termasuk kategori obat-obat tertentu (OOT). Sebab obat itu mampu menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku seseorang.
Ada empat jenis OOT yang terdaftar, dan peredarannya harus diawasi ketat dan penggunaannya wajib menggunakan resep dokter. Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) DIY Baskara Aji tidak menutup kemungkinan peredaran obat PCC di tingkat pelajar, terutama sekolah yang selama ini dikenal memiliki geng pelajar.
"Masing-masing sekolah harus merangkul geng sekolah supaya melakukan kegiatan yang lebih positif, terlebih penggerak geng kebanyakan justru dari alumni sekolah," tuturnya.
Aji juga mengaktifkan kembali kelompok pengawas siswa yang diambil dari kalangan siswa. Kelompok pengawas beranggotakan satu sampai dua siswa per kelas aktif sejak dua tahun lalu seiring dengan adanya kasus kenakalan remaja.
Post a Comment