Header Ads

Delapan Negara Mendesak DK PBB untuk Membahas Krisis Rohingya


 Delapan Negara Mendesak DK PBB untuk Membahas Krisis Rohingya

Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan lima negara lainnya mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas nasib pengungsi Rohingya di Bangladesh yang melarikan diri dari Myanmar.

Negara Swedia, Polandia, Belanda, Kazakhstan dan guinea Ekuatorial juga mendesak PBB.

DK PBB dikabarkan akan melakukan pertemuan untuk mendengarkan laporan langsung dari Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi Rohingya, Selasa (13/2), mengenai krisis kemanusiaan yang dipicu militer Myanmar dan kelompok pemberontak di Rakhine sejak Agustus lalu.

Usulan pertemuan itu muncul selama tiga bulan setelah DK PBB mengeluarkan pernyataan untuk menuntut Myanmar agar menghentikan kekerasan dan penindasan yang dilakukan militernya dan meminta Naypyidaw agar membiarkan etnis Rohingya kembali ke kampung mereka.

Saat ini terdapat lebih dari 750 ribu etnis Rohingya yang dilaporkan mengungsi di perbatasan Bangladesh sejak bentrokan di Rakhine pada 25 Agustus lalu.

Sejak bentrok itu terjadi, aparat keamanan Myanmar diduga meluncurkan operasi militer pembersihan yang dilakukan bukan untuk menangkap anggota kelompok bersenjata, tapi untuk menyiksa, mengusir dan membunuh warga Rohingya yang selama ini tidak dianggap sebagai warga negara itu.

Sebanyak 1.000 orang, terutama etnis Rohingya, dilaporkan tewas selama bentrokan terjadi di Rakhine. Desa dan tempat tinggal mereka di dikabarkan hancur dibakar oleh militer Myanmar dan dilarang untuk kembali ke Rakhine.

Etnis Rohingya yang selama ini dianggap sebagai imigran gelap asal Bengali sudah lama mendapat penindasan hingga diskriminasi di Myanmar. Sejak krisis terjadi, Myanmar terus menjadi sorotan dunia internasional karena diduga telah gagal melindungi warga negaranya.

Menanggapi hal buruk seperti ini, akhir 2017, Myanmar bekerja sama dengan Bangladesh yang bersama-sama setuju untuk memulangkan para pengungsi etnis Rohingya dalam dua tahun. Meski repatriasi direncanakan berlangsung pada akhir Januari lalu, proses tersebut tertunda karena ada beberapa masalah yang belum selesai.

Sampai saat ini, otoritas Myanmar masih menolak memberikan akses bagi PBB untuk melihat langsung di Rakhine dengan mengatakan bahwa saat ini bukan saat yang tepat untuk dilihat.

Tahun lalu, Majelis Umum PBB juga meminta kepada Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk mengutus perwakilannya ke Myanmar.

Akan tetapi rencana itu tidak terjadi karena resolusi diveto China dan Rusia. China merupakan sekutu Naypyidaw dan merupakan pendukung pemerintahan militer Myanmar yang dulu sempat berkuasa.
Diberdayakan oleh Blogger.