Kronologi Awal Masalah First Travel
Kronologi Awal Masalah First Travel
Program perjalanan umroh yang ditawarkan agen perjalanan First Travel kini telah diberhentikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi. Banyak calon jemaah umrah lewat jasa First Travel yang tak kunjung berangkat.
Melihat kondisi ini, Ketua Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi menjelaskan, indikasi permasalahan di dalam perusahaan sebenarnya sudah bisa ditebak. Hal ini berawal dari naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini berada di level 13.320 per dolarnya.
Resfiadi mengaku First Travel ini menawarkan program umroh murah saat kurs rupiah terhadap dolar AS di kisaran 9.000 per dolar AS.
"Saat itu First Travel menjadi booming karena didukung oleh kekuatan koperasi dari instansi yang memberangkatkan anggotanya dengan harga murah tapi fasilitas normal tersebut. Dan setelah sekian tahun terkenal dengan harga murah maka imagenya adalah travel harga murah," kata Resdiadi, Selasa (25/7/2017).
Dengan image tersebut, maka tidak perkara sulit bagi First Travel untuk menggaet para jamaah umroh di Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya muslim. Program umroh yang ditawarkan oleh First Travel adalah hanya dengan biaya Rp 14,3 juta per orang.
Singkat cerita, manajemen First Travel mulai kebanjiran peserta melalui program itu, hanya saja mereka tidak mempertimbangkan kurs rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah dan sekarang mencapai titik keseimbangan baru yaitu di angka 13.000 an per dolar AS.
"Firs Travel tetap menjual harga yang sama, maka berubah sistemnya jadi Ponzi demi menerima permintaan harga tersebut, sementara kurs sudah tinggi ya. Ya dan seterusnya berjalan sampai musim tahun lalu," tegas Resfiadi.
Ini menjadi awal permasalahan perusahaan. Selain banyak peserta yang mengalami penundaan keberangkatan, dikatakan Resfiadi, dalam penyelenggaraannya pun banyak terjadi kesalahan prosedur.
"Sementara di proses pelaksanaan umrohnya banyak terjadi kesalahan prosedur baik teknis maupun pengelolaan uangnya, maka bergulirlah bola salju dari kecil menjadi semakin besar," ceritanya.
Sebagai ketua asosiasi, dirinya hanya berpesan kepada para anggotanya untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran. Diharapkan manajemen perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam menjalankan program umroh. (Yas)
Melihat kondisi ini, Ketua Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi menjelaskan, indikasi permasalahan di dalam perusahaan sebenarnya sudah bisa ditebak. Hal ini berawal dari naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini berada di level 13.320 per dolarnya.
Resfiadi mengaku First Travel ini menawarkan program umroh murah saat kurs rupiah terhadap dolar AS di kisaran 9.000 per dolar AS.
"Saat itu First Travel menjadi booming karena didukung oleh kekuatan koperasi dari instansi yang memberangkatkan anggotanya dengan harga murah tapi fasilitas normal tersebut. Dan setelah sekian tahun terkenal dengan harga murah maka imagenya adalah travel harga murah," kata Resdiadi, Selasa (25/7/2017).
Dengan image tersebut, maka tidak perkara sulit bagi First Travel untuk menggaet para jamaah umroh di Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya muslim. Program umroh yang ditawarkan oleh First Travel adalah hanya dengan biaya Rp 14,3 juta per orang.
Singkat cerita, manajemen First Travel mulai kebanjiran peserta melalui program itu, hanya saja mereka tidak mempertimbangkan kurs rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah dan sekarang mencapai titik keseimbangan baru yaitu di angka 13.000 an per dolar AS.
"Firs Travel tetap menjual harga yang sama, maka berubah sistemnya jadi Ponzi demi menerima permintaan harga tersebut, sementara kurs sudah tinggi ya. Ya dan seterusnya berjalan sampai musim tahun lalu," tegas Resfiadi.
Ini menjadi awal permasalahan perusahaan. Selain banyak peserta yang mengalami penundaan keberangkatan, dikatakan Resfiadi, dalam penyelenggaraannya pun banyak terjadi kesalahan prosedur.
"Sementara di proses pelaksanaan umrohnya banyak terjadi kesalahan prosedur baik teknis maupun pengelolaan uangnya, maka bergulirlah bola salju dari kecil menjadi semakin besar," ceritanya.
Sebagai ketua asosiasi, dirinya hanya berpesan kepada para anggotanya untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran. Diharapkan manajemen perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam menjalankan program umroh. (Yas)
Post a Comment