Dirjen Hubla Divonis 7 Tahun Penjara
Dirjen Hubla Divonis 7 Tahun Penjara
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antonius Tonny Budiono dituntut hukuman pidana penjara 7 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
“Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar jaksa KPK Dodi Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Hal yang memberatkan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK ini lantaran Antonius Tonny dianggap tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang meringankan Antonius dianggap kooperatif, berlaku sopan dalam persidangan, menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Jaksa KPK juga meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menetapkan Antonius sebagai pihak yang bekerja sama dengan KPK alias justice collaborator (JC).
Terkait suap, jaksa menuntut Antonius dengan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan gratifikasi, Antonius Tonny Budiono dituntut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa KPK menyebut Antonius menerima suap Rp 2,3 miliar. Uang tersebut diterima Antonius dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Pemberian uang tersebut berkaitan dengan proyek pengerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, tahun 2016, dan pengerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda, Kalimantan Timur tahun 2016.
Uang tersebut sebagai suap yang diberikan Adi kepada Antonius. Sebab, Antonius menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri dan PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten.
Selain itu, Antonius juga didakwa menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 19,6 miliar.
“Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar jaksa KPK Dodi Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Hal yang memberatkan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK ini lantaran Antonius Tonny dianggap tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang meringankan Antonius dianggap kooperatif, berlaku sopan dalam persidangan, menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Jaksa KPK juga meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menetapkan Antonius sebagai pihak yang bekerja sama dengan KPK alias justice collaborator (JC).
Terkait suap, jaksa menuntut Antonius dengan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan gratifikasi, Antonius Tonny Budiono dituntut Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa KPK menyebut Antonius menerima suap Rp 2,3 miliar. Uang tersebut diterima Antonius dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.
Pemberian uang tersebut berkaitan dengan proyek pengerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, tahun 2016, dan pengerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda, Kalimantan Timur tahun 2016.
Uang tersebut sebagai suap yang diberikan Adi kepada Antonius. Sebab, Antonius menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri dan PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten.
Selain itu, Antonius juga didakwa menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 19,6 miliar.
Post a Comment