Lukman Hakim Menjelaskan Pengembalian Uang Ke KPK
Lukman Hakim Menjelaskan Pengembalian Uang Ke KPK
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin telah melaporkan uang Rp 10 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan dilakukan pada 26 Maret 2019, atau selang 11 hari setelah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) Haris Hasanuddin di Surabaya yang terjadi pada 15 Maret 2019.
Menag melalui Biro Humas, Data dan Informasi Setjen Kemenag, Mastuki, menyatakan, bahwa uang tersebut memang baru disampaikan ke dirinya setelah OTT KPK. Menurut Mastuki, Haris menitipkan uang tersebut kepada ajudan saat mendampingi Menag kunjungan kerja ke Tebuireng, Jombang, 9 Maret 2019. Oleh penerimaan, uang tersebut baru sempat disampaikan ke Menag setelah terjadinya OTT KPK di Surabaya.
"Jadi sejak awal Menag memang tidak tahu ada uang tersebut. Saat dilaporkan, Menag menolak menerima karena tidak disertai tanda terima pemberian uang itu, apakah sebagai honor narasumber atau apa," jelas Mastuki melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Mastuki menyampaikan, sebenarnya Menag tidak mau menerima uang itu dan meminta supaya dilaporkan ke KPK. Uang itu baru dilaporkan pada 26 Maret 2019 lalu.
Mastuki menambahkan, pelaporan uang Rp 10 juta itu sebagai bentuk komitmen Menag terhadap pencegahan tindak gratifikasi. Sebagai penyelenggara negara, Menag sadar akan adanya larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
"Kalau Haris serahkan uang Rp 10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, nominal itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu dilaporkan dalam 12 hari kerja," jelasnya.
Menurut Mastuki, pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukanlah kali pertama. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi. Bahkan, pada rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017 yang berlangsung 11 – 12 Desember 2017, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin didaulat sebagai pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara.
"Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan ini, yaitu presiden, wapres, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Lukman Hakim mengaku telah menerima uang Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
Belakangan diketahui uang tersebut diberikan Haris sebagai bentuk rasa terima kasihnya karena bisa menduduki posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Jadi yang terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari satu bulan yang lalu uang itu sudah saya laporkan kepada KPK," ujar Lukman di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (8/5/2019).
"Saya tunjukkan tanda bukti pelaporan yang saya lakukan bahwa uang (Rp 10 juta) itu saya serahkan kepada KPK karena saya merasa saya tidak berhak untuk menerima uang itu," kata Lukman.
Niat baik Lukman Hakim Saifuddin patut mendapat apresiasi karena telah melaporkan dugaan gratifikasi ke KPK, namun masalah baru kini timbul. Lukman disebut KPK telah menyalahi aturan pelaporan gratifikasi penyelenggara negara.
Febri Diansyah menjelaskan seharusnya Menteri Lukman melaporkan adanya gratifikasi maksimal 30 hari setelah uang diterima dari tangan Haris. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi.
Namun, yang dilakukan Lukman, pelaporan tersebut baru terjadi setelah 30 hari dia menerima uang itu.
"Maka jika terdapat kondisi laporan tersebut baru disampaikan jika sudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini OTT, maka laporan tersebut dapat tidak ditindaklanjuti," kata Febri.
Menag melalui Biro Humas, Data dan Informasi Setjen Kemenag, Mastuki, menyatakan, bahwa uang tersebut memang baru disampaikan ke dirinya setelah OTT KPK. Menurut Mastuki, Haris menitipkan uang tersebut kepada ajudan saat mendampingi Menag kunjungan kerja ke Tebuireng, Jombang, 9 Maret 2019. Oleh penerimaan, uang tersebut baru sempat disampaikan ke Menag setelah terjadinya OTT KPK di Surabaya.
"Jadi sejak awal Menag memang tidak tahu ada uang tersebut. Saat dilaporkan, Menag menolak menerima karena tidak disertai tanda terima pemberian uang itu, apakah sebagai honor narasumber atau apa," jelas Mastuki melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Mastuki menyampaikan, sebenarnya Menag tidak mau menerima uang itu dan meminta supaya dilaporkan ke KPK. Uang itu baru dilaporkan pada 26 Maret 2019 lalu.
Mastuki menambahkan, pelaporan uang Rp 10 juta itu sebagai bentuk komitmen Menag terhadap pencegahan tindak gratifikasi. Sebagai penyelenggara negara, Menag sadar akan adanya larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
"Kalau Haris serahkan uang Rp 10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, nominal itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu dilaporkan dalam 12 hari kerja," jelasnya.
Menurut Mastuki, pelaporan gratifikasi oleh Menag ke KPK bukanlah kali pertama. Sejak menjadi penyelenggara negara, Menag tercatat beberapa kali melaporkan gratifikasi. Bahkan, pada rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2017 yang berlangsung 11 – 12 Desember 2017, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin didaulat sebagai pelapor gratifikasi dengan nilai terbesar yang ditetapkan menjadi milik negara.
"Hanya ada tiga orang yang mendapat penghargaan ini, yaitu presiden, wapres, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Lukman Hakim mengaku telah menerima uang Rp 10 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
Belakangan diketahui uang tersebut diberikan Haris sebagai bentuk rasa terima kasihnya karena bisa menduduki posisi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
"Jadi yang terkait dengan uang Rp 10 juta itu, saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari satu bulan yang lalu uang itu sudah saya laporkan kepada KPK," ujar Lukman di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (8/5/2019).
"Saya tunjukkan tanda bukti pelaporan yang saya lakukan bahwa uang (Rp 10 juta) itu saya serahkan kepada KPK karena saya merasa saya tidak berhak untuk menerima uang itu," kata Lukman.
Niat baik Lukman Hakim Saifuddin patut mendapat apresiasi karena telah melaporkan dugaan gratifikasi ke KPK, namun masalah baru kini timbul. Lukman disebut KPK telah menyalahi aturan pelaporan gratifikasi penyelenggara negara.
Febri Diansyah menjelaskan seharusnya Menteri Lukman melaporkan adanya gratifikasi maksimal 30 hari setelah uang diterima dari tangan Haris. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi.
Namun, yang dilakukan Lukman, pelaporan tersebut baru terjadi setelah 30 hari dia menerima uang itu.
"Maka jika terdapat kondisi laporan tersebut baru disampaikan jika sudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini OTT, maka laporan tersebut dapat tidak ditindaklanjuti," kata Febri.
Post a Comment