KNTI Mendesak Anies Untuk Uji IMB Pulau Reklamasi Jakarta
KNTI Mendesak Anies Untuk Uji IMB Pulau Reklamasi Jakarta
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menguji kembali pemanfaatan terbitnya izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi. Menurut KNTI, saat ini manfaat dari terbitnya IMB hanya sekadar persoalan bisnis.
"Kami membaca terbitnya IMB ini, pemanfaatan Pulau D, dalam upaya komersil sehingga tidak lain adalah bisnis semata," kata Ketua KNTI Ahmad Martin Handiwinata di Kantor Formappi, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
KNTI bersama koalisi masyarakat sipil pun akan melakukan aksi menentang diterbitkannya IMB di pulau reklamasi teluk Jakarta. Secara khusus, KNTI mendesak Anies Baswedan untuk bisa mencabut izin tersebut, karena ada persoalan aturan dasar yang cacat dan maladministrasi.
"Peraturan terkait tata ruang kawasan dan pesisir itu tidak ada dan belum ada di DPRD, tapi alasan tak cabut dari Anies itu, menurut saya karena adanya ketidakpastian arah jika itu dicabut," beber Ahmad.
Namun demikian, KNTI berharap izin yang telah diterbitkan Gubernur Anies jangan sampai menjadi 'tameng' guna melanjutkan proyek reklamasi di pulau yang belum tergarap. Karena menurut informasi diperoleh KNTI, Pulau G mulai ada kapal pengeruk yang menjadi tanda berlanjutnya pembangunan reklamasi di teluk Jakarta tersebut.
"Jadi saya dapat info itu dari nelayan, ini tanda proyek reklamasi lanjut lagi," tandas Ahmad
Menyikapi anggapan tak konsisten dengan janji kampanye untuk menghentikan reklamasi, Anies punya jawabannya. Menurut dia, semua kebijakan yang dibuat telah sesuai janji, yaitu (1) menghentikan reklamasi dan (2) untuk lahan yang sudah terjadi dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
"Itulah janji kami, dan kami konsisten memegang dan melaksanakan janji itu. Bayangkan bila kami tidak menghentikan reklamasi, maka kini sudah akan terbangun 17 Pulau, seluas Kabupaten Sukabumi, di Teluk Jakarta," ungkap Anies.
Kawasan hasil reklamasi yang dahulu tertutup eksklusif dan sepenuhnya dikuasai swasta hingga tidak boleh dimasuki siapapun tanpa izin mereka, ungkap Anies, kini telah menjadi kawasan yang dikuasai Pemprov DKI Jakarta dan menjadi kawasan terbuka yang bisa diakses publik. Bahkan sekarang, Jakarta akan punya pantai yang terbuka untuk umum dan bisa dinikmati semua warga.
"Saya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan prinsip good governance, sehingga aturan hukum yang ada, suka ataupun tidak, dilaksanakan secara konsisten. Dengan cara seperti ini, kami percaya bahwa janji bisa terlaksana dengan baik dan akan tercipta kepastian hukum bagi semua.
Anies mengaku ingin semua yang berkegiatan di Jakarta bisa belajar dari kasus ini untuk selalu mengikuti semua prosedur dengan benar dan tertib.
Terkait penggunaan pergub era Ahok no 206/2016, Anies menyatakan, bila mencabutnya agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bagunan tersebut, maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang.
"Bayangkan jika sebuah kegiatan usaha yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan, bahkan dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya. Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum. Efeknya peraturan Gubernur yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu," jelas Anies.
Suka atau tidak terhadap Pergub 206/2016 ini, ungkap dia, faktanya pergub itu adalah sebuah dasar hukum. Lahan yang terpakai untuk rumah-rumah itu kira-kira hanya sebesar kurang dari 5% dari lahan hasil reklamasi.
"Adanya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari menghargai aturan hukum yang berlaku, melaksanakan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan ketaatan pada prinsip good governance," Anies menegaskan.
"Kami membaca terbitnya IMB ini, pemanfaatan Pulau D, dalam upaya komersil sehingga tidak lain adalah bisnis semata," kata Ketua KNTI Ahmad Martin Handiwinata di Kantor Formappi, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
KNTI bersama koalisi masyarakat sipil pun akan melakukan aksi menentang diterbitkannya IMB di pulau reklamasi teluk Jakarta. Secara khusus, KNTI mendesak Anies Baswedan untuk bisa mencabut izin tersebut, karena ada persoalan aturan dasar yang cacat dan maladministrasi.
"Peraturan terkait tata ruang kawasan dan pesisir itu tidak ada dan belum ada di DPRD, tapi alasan tak cabut dari Anies itu, menurut saya karena adanya ketidakpastian arah jika itu dicabut," beber Ahmad.
Namun demikian, KNTI berharap izin yang telah diterbitkan Gubernur Anies jangan sampai menjadi 'tameng' guna melanjutkan proyek reklamasi di pulau yang belum tergarap. Karena menurut informasi diperoleh KNTI, Pulau G mulai ada kapal pengeruk yang menjadi tanda berlanjutnya pembangunan reklamasi di teluk Jakarta tersebut.
"Jadi saya dapat info itu dari nelayan, ini tanda proyek reklamasi lanjut lagi," tandas Ahmad
Menyikapi anggapan tak konsisten dengan janji kampanye untuk menghentikan reklamasi, Anies punya jawabannya. Menurut dia, semua kebijakan yang dibuat telah sesuai janji, yaitu (1) menghentikan reklamasi dan (2) untuk lahan yang sudah terjadi dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
"Itulah janji kami, dan kami konsisten memegang dan melaksanakan janji itu. Bayangkan bila kami tidak menghentikan reklamasi, maka kini sudah akan terbangun 17 Pulau, seluas Kabupaten Sukabumi, di Teluk Jakarta," ungkap Anies.
Kawasan hasil reklamasi yang dahulu tertutup eksklusif dan sepenuhnya dikuasai swasta hingga tidak boleh dimasuki siapapun tanpa izin mereka, ungkap Anies, kini telah menjadi kawasan yang dikuasai Pemprov DKI Jakarta dan menjadi kawasan terbuka yang bisa diakses publik. Bahkan sekarang, Jakarta akan punya pantai yang terbuka untuk umum dan bisa dinikmati semua warga.
"Saya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan prinsip good governance, sehingga aturan hukum yang ada, suka ataupun tidak, dilaksanakan secara konsisten. Dengan cara seperti ini, kami percaya bahwa janji bisa terlaksana dengan baik dan akan tercipta kepastian hukum bagi semua.
Anies mengaku ingin semua yang berkegiatan di Jakarta bisa belajar dari kasus ini untuk selalu mengikuti semua prosedur dengan benar dan tertib.
Terkait penggunaan pergub era Ahok no 206/2016, Anies menyatakan, bila mencabutnya agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bagunan tersebut, maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang.
"Bayangkan jika sebuah kegiatan usaha yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan, bahkan dikenai sanksi dan dibongkar karena perubahan kebijakan di masa berikutnya. Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum. Efeknya peraturan Gubernur yang dikeluarkan sekarang bisa tidak lagi dipercaya, karena pernah ada preseden seperti itu," jelas Anies.
Suka atau tidak terhadap Pergub 206/2016 ini, ungkap dia, faktanya pergub itu adalah sebuah dasar hukum. Lahan yang terpakai untuk rumah-rumah itu kira-kira hanya sebesar kurang dari 5% dari lahan hasil reklamasi.
"Adanya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari menghargai aturan hukum yang berlaku, melaksanakan azas-azas umum pemerintahan yang baik, dan ketaatan pada prinsip good governance," Anies menegaskan.
Post a Comment